Di kota
hijrah Madinah al-Munawwarah itu tersingkaplah kepribadian yang sebenarnya
dari Utsman bin Mazh’un, tak ubah bagai batu permata yang telah diasah, dan
ternyatalah kebesaran jiwanya yang istimewa. Kiranya ia seorang ahli ibadah,
dan ternyata bahwa ia adalah orang suci dan mulia lagi bijaksana, yang tidak
mengurung diri untuk tidak menjauhi kehidupan duniawi, ia adalah seorang rahib
baik di waktu siang maupun di waktu malam dan di samping itu sekaligus juga
orang berkuda yang berjuang siang dan malam.
Dan jika
para shahabat Rasulullah saw. apalagi di kala itu, semua berjiwa zuhud dan
gemar beribadat, tetapi Ibnu Mazh’un memiliki cirikhas. Dalam zuhud dan
ibadatnya ia amat tekun dan mencapai puncak tertinggi, hingga corak
kehidupannya, baik siang maupun malam dialihkannya menjadi shalat yang
terus-menerus dan tasbih yang tiada henti-hentinya. Rupanya ia setelah
merasakan manisnya keasyikan beribadat itu, ia pun bermaksud hendak memutuskan
hubungan dengan segala kesenangan dan kemewahan dunia. Ia tak hendak memakai
pakaian kecuali yang kasar, dan tak hendak makan makanan selain yang amat
bersahaja.
Sementara
Rasulullah sedang duduk-duduk bersama para sahabatnya. Hati Rasulullah pun
bagaikan disayat melihat itu, begitu juga para sahabat air mata mereka mengalir
karenanya. Maka tanya Rasulullah saw. kepada mereka:
“Bagaimana pendapat kalian? bila kalian
punya pakaian satu stel untuk pakaian pagi dan sore hari diganti dengan stelan
lainnya kemudian disiapkan di depan kalian. suatu prangkat tempat makanan sebagai
ganti perangkat lainya yang tlah diangkat kalian dapat menutupi rumah-rumah
kediaman kalian sebagaimana Ka’bah bertutup?”
“Kami ingin hal itu dapat terjadi,
wahai Rasulullah” ujar mereka.
“hingga kita dapat mengalami hidup
ma’mur dan bahagia..”
Maka sabda Rasulullah saw. pula:
“Sesungguhnya hal itu telah terjadi
Keadaan kalian sekarang ini lebih baik dari keadaan kalian waktu lalu”.
Tetapi Ibnu Mazh’un yang mendengar percakapan itu bertambah
tekun menjalani kehidupan yg bersahaja dan menghindari sejauh-jauhnya kesenangan
dunia. Bahkan sampai-sampai kepada menggauli istrinya ia menahan
diri,seandainya hal itu tidak diketahui oleh Rasulullah yang segera memanggil &
menyampaikan kepadanya. “Sesungguhnya
keluargamu itu mempunyai hak atas dirimu …. “ Ibnu Mazh’un amat disayangi
oleh Rasulullah saw. dan yang mula-mula merintis jalan menuju surga, maka
Rasulullah saw. berada di sisinya. Rasulullah saw. membungkuk menciumi kening.
Dan tatkala ruhnya yg suci itu besiap-siap hendak berangkat, hingga dingin.
Demikian
ia merupakan orang muhajirin pertama yang wafat di Madinah, serta membasahi
kedua pipinya dengan air yg berderai dari kedua mata beliau yang diliputi
santun dan duka cita hingga di saat kematiannya. Wajah Utsman tampak bersinar
gilang-gemilang …Dan bersabdalah Rasulullah saw. melepas shahabatnya yang
tercinta itu: “Semoga Allah memberimu
rah mat, wahai Abu Saib Kamu pergi meninggalkan dunia, tak satu keuntungan pun
yang kamu peroleh daripadanya serta tak satu kerugian pun yang dideritanya daripadamu.”
Dan
sepeninggal shahabatnya,Rasulullah yg amat penyantun itu tidak melupakannya,
selalu ingat dan memujinya. Bahkan untuk melepas puteri beliau Rukayah. Yakni
ketika nyawanya hendak melayang, adalah kata-kata berikut:
“Pergilah susul pendahulu kita yang pilihan.
Utsman bin Mazh’un …”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar